Senin, 28 November 2011

hiperfungsi adrenal


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam tubuh terdapat berbagi macam hormone yang dihasilkan oleh berbagai macam organ atau kelenjar seperti diantaranya kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 yaitu medulla adrenal dan karteks adrenal dimana kelenjar-kelenjar ini menghasilkan berbagai macam hormon yang sangat berguna dari tubuh. Kelainan ataupun gangguan pada kelenjar adrenal tentu akan berpengaruh pada tubuh.
B.     TUJUAN
1.       Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan disfungsi kelenjar adrenal
2.       Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui anatomi fisiologi kelenjar adrenal
b.       Untuk mengetahui disfungsi kelenjar adrenal
c.       Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada hiperfungsi adrenal







BAB II
HYPERFUNGSI ADRENAL

A.     ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal. Pada masing-masing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medulla). Bagian medulla menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon steroid
1.       MEDULA ADRENAL
Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon yang berjalan dalam aliran darah: epinephrine (adrenalin) dan norephinephrin (noradrenalin).
Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas. Sejumlah besar hormon ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada tekanan, seperti marah, luka atau takut. jika hormone adrenalin dilepaskan dalam tubuh, hormone menimbulkan tanggapan yang sangat luas, laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil mata membesar. Hormon noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah

2.       KORTEKS ADRENAL
Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon “fight or flight”. Korteks adrenal korteks adrenal mensekresi tiga kelompok hormon.
3.       KORTEKS ADRENAL
Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon “fight or flight”. Korteks adrenal korteks adrenal mensekresi tiga kelompok hormon.
B.     DISFUNGSI KELENJAR ADRENAL
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan/defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
a.       Sindrom Chusing
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sinetik
b.       Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
c.       Hiperaldosteronisme
1)       Hiperaldostirodisme Primer (Sindrom Chon)
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi aldosteron autoimun
2)       Aldosteronisme Sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hyperplasia sel juksta glomerulus di ginjal
C.     HIPERFUNGSI ADRENAL (SINDROM CHUSING)
1.       PENGERTIAN
Sindrom cushing adalah keadaan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama (Green Span, 1998). Penyakit cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.       Penyakit cushing
Merupakan tipe sindroma cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70% dari kasus yang dilaporkan. Penyakit cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita:pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b.       Hipersekresi ACTH ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15% dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akibat karsinoma small cell di paru-paru, tumor ini menjadi penyebab pada 50% kasus sindroma. Sindroma ACTH etopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita:pria adalah 1:3, dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c.       Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17%-19% kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75% kasus terjadi pada orang dewasa.
d.       Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51%), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35% kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

2.       ETIOLOGI
a.       Glukokartikoid yang berlebihan
b.       Aktifitas korteks adrenal yang berlebih
c.       Hiperplasia korteks adrenal
d.       Pemberian kortikosteroid yang berlebih
e.       Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol
f.        Tumor-tumor non hipofisis
g.       Adenoma hipofisis
h.       Tumor adrenal

3.       PATOFISIOLOGI
Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindroma cushing yang berat, namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun selama diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian.
Adanya sindroma cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam plasma dan urine. Tes-tes spesifik dapat menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitive. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurang atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom cushing.

4.       MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obesitas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya massa otot dan kelemahan umum.
Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti atripi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita), ammenorrhoe, impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka. (Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Syamsuhidayat, hal. 946)

5.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Pemerisaan laboratorium
1)      Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia)
2)      Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3)       Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4)       Penurunan kadar kortisol serum
5)      Kadar kortisol plasma rendah
b.        Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c.        CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d.       Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

6.       PENATALAKSANAAN
a.    Medik
1)       Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari
2)       Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV
3)       Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4)       Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline
5)       Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari
b.       Keperawatan
1)      1) _____________________________________________________________________________________________________________________________Pengukuran TTV
2)      Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
3)      Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
4)      Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
5)      Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
6)      Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison
7.       KOMPLIKASI
a.       Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b.        Kolaps sirkulasi
c.        Dehidrasi
d.        Hiperkalemia
e.       Sepsis
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.
















BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
a.       Data biografi: nama, usia, jenis kelamin
b.       Riwayat kesehatan sekarang
1)       Data subjektif
-          Amenorea
-          Nyeri punggung
-          Mudah lelah/kelelahan otot
-          Sakit kepala
-          Luka sukar sembuh
2)       Data objektif
·         Integument
-          Penipisan kulit striae
-          Petechie-hirsutisme (pertumbuhan bulu wajah)
-          Ekimosis-edema pada ekstremitas
-          Jerawat-hiperpigmentasi
-          Moonface
·         Kardiovaskuler
Hipertensi
·         Musculoskeletal
-          Kelemahan otot
-          Miopati
-          Osteoporosis
·         Reproduktif
Pembesaran klitoris
·         Makanan dan cairan
-          Obesitas
-          Hipokalemia
-          Retensi natrium
·         Psikiatri
-          Perubahan emosi
-          Psikosis
-          Depresi
-          Penurunan konsentrasi
·         Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya

B.     DIAGNOSA
a.       Kelebihan volume cairan b/d sekresi kortisol berlebihan karena sodium dan retensi cairan
b.       Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
c.        Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
d.        Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
e.        Resiko cidera b.d kelemahan
f.        Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan ku lit
g.        Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot
h.        Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan

C.     PERENCANAAN & INTERVENSI
·         Tujuan
1.       Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil TTV dalam batas normal, intake output seimbang, BB dalam batas normal
2.       Klien menunjukkan aktifitas kembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas, TTV dalam batas normal
3.       Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, suhu normal 36,5-37,1°C
4.       Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi dengan kriteria hasil cedera jaringan lunak dan fraktur tidak terjadi s
5.       Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil keadaan kulit baik dan utuh, tidak terjadi penipisan kulit, serta tidak terjadi edema pada ektremitas
6.       Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal dengan kriteria hasil klien ikut serta dalam kativitas perawatan diri, klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri, klien bebas dari komplikasi imobilitas
7.       Pengetahuan klien bertambah dengan kriteria hasil klien mengatakan pemahaman penyebab masalah, klien mau berpartisipasi dalam roses belajar
·         Intervensi
1.       Ukur intake output
Rasional: menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri
2.       Ukur TTV
3.       Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas
4.       Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional: Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi
5.       Ciptakan lingkungan yang protektif/aman
Rasional: Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak
6.       Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional: Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
7.       Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri
Rasional: Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
8.       Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri
Rasional: Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
9.       Kolaborasi dalam pemberian obat

D.     IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.



E.      EVALUASI
1.        Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
2.        Klien toleransi terhadap aktivitas.
3.        Infeksi tidak terjadi.
4.       Cedera tidak terjadi.
5.        Integritas kulit klien kembali normal.
6.        Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
7.        Pengetahuan klien bertambah















DAFTAR PUSTAKA

SACHRIN, Risa M. 1969. Prinsip Keperawatan Pediatrik..Jakarta:EGC
Wong, Donna L DKK. 2009. Buku Ajar Keperawatan Periatri. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar